JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos., M.Si. bertemu dengan pengurus Kwartir Daerah Pramuka DKI Jakarta dan Kwartir Cabang Pramuka Jakarta Selatan dalam rangka sosialisasi dan menyerap aspirasi terkait revisi  UU No 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Revisi UU tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR RI tahun 2020-2024 sehingga dipandang perlu untuk mendapat masukan dari pemangku kepentingan, dalam hal ini Gerakan Pramuka. Acara dengan jumlah peserta terbatas dan menerapkan protokol kesehatan tersebut diadakan di Aula SMA 70 Jakarta Selatan pada Jum’at (30/04/2021).

Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala SMA Negeri 70 Jakarta yang juga Ketua Kwartir Ranting Kebayoran Baru Dr. Ratna Budiarti, Wakil Ketua Kwartir Daerah DKI Jakarta Dr. Ratiyono, Sekretaris Kwartir Daerah DKI Jakarta Triadi Suparta, dan Sekretaris Kwartir Cabang Jakarta Selatan Irwan Febriansyah.

Mengawali sambutannya, Himma menyampaikan bahwa maksud kehadirannya dalam rangka mendapat masukan terkait revisi UU No 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Untuk memenuhi maksud ini, Himma memaparkan secara garis besar isi UU tersebut di hadapan peserta. “UU ini sudah berusia lebih dari 10 tahun, untuk itu perlu ada update terkait kondisi Gerakan Pramuka agar UU tentang Gerakan Pramuka yang akan direvisi bisa lebih baik lagi,” ungkap Himma di akhir pemaparannya.

Terkait revisi UU tersebut, Wakil Ketua Kwartir Daerah DKI Jakarta Dr. Ratiyono menyampaikan bahwa UU ini perlu direvisi agar bisa menjadi payung saat APBN dan APBD akan digulirkan. Menurutnya, pasal 43 UU tersebut yang menyebut bahwa pemerintah dapat memberikan dukungan dana dari APBN dan APBD perlu diganti dengan kalimat yang lebih mengikat. “Bukan ‘dapat’ tetapi ‘harus’ atau ‘wajib’, sehingga saat rapat APBN dan APBD tidak ragu-ragu mengalokasikan anggaran untuk Pramuka. Yang penting Satya dan Dharma Pramuka dipegang, yakni transparan, akuntabel, jujur, suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan,” ungkapnya.

Terkait akreditasi terhadap kelayakan kegiatan dan satuan pendidikan kepramukaan juga menjadi sorotan. Ketentuan mengenai akreditasi diatur dalam UU tersebut tetapi sampai saat ini akreditasi tidak terlaksana. “Semua kegiatan kepramukaan berjalan apa adanya, meskipun menyimpang dari aturan. Ini karena tidak ada kontrol terhadap kegiatan kepramukaan,” ungkap salah seorang peserta, Hidayat.

Selain ketersediaan dana, Hidayat juga menekankan ketersediaan tenaga kependidikan. “Mohon dibantu bagaimana cara menyediakan tenaga pembina. Saat ini pembina tidak ada tunjangan. Pramuka harus sukarela, tetapi pembina juga menghadapi situasi ekonomi yang perlu diperhatikan khususnya bagi pembina yang sudah berkeluarga. Ini perlu diperkuat dalam UU ini,” imbuh Hidayat.

UU tentang Gerakan Pramuka ini juga dipandang terlalu detail dalam mengatur Gerakan Pramuka. “Gerakan Pramuka sebagai organisasi yang dinamis perlu diberikan keleluasaan dalam mengatur masalah internal. Misalnya terkait usia anggota Pramuka kami kesulitan mengatur karena sudah diatur dalam UU,” ungkap Sekretaris Kwartir Cabang Jakarta Selatan Irwan Febriansyah.

Irwan menyoroti akreditasi dan sertifikasi yang selama ini tidak berjalan karena keterbatasan anggaran. “Kalau ini sudah menjadi amanat UU, mengapa negara tidak memberi dukungan. Misalnya, setelah (tenaga pendidik) mendapat sertifikasi, apa konsekuensi dari sertifikasi itu. Kalau dibandingkan dengan sertifikasi guru, sertifikasi pramuka tidak ada apa-apanya. Ini bukan masalah manja, tetapi ini menunjukkan kalau penyiapan terhadap tenaga pendidik Pramuka belum serius,” ungkap Irwan.

Sejumlah masukan lainnya terkait revisi UU ini juga mengemuka, di antaranya Kementerian yang menaungi Gerakan Pramuka lebih tepat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga karena tujuan Gerakan Pramuka adalah mendidik karakter siswa. Alternatif lain, Gerakan Pramuka bisa berada di bawah koordinasi langsung Presiden. Pramuka juga diharapkan dapat menjadi wadah tunggal bagi pendidikan kepanduan di Indonesia. Juga perlunya kemitraan dengan Kementerian, Lembaga terkait, dan pihak swasta dalam mendukung kegiatan kepramukaan di semua jenjang.

Menanggapi sejumlah masukan tersebut, Himma mengucapkan terima kasih dan  menyampaikan bahwa masukan-masukan tersebut sangat berharga. Terkait Kementerian yang menaungi Gerakan Pramuka, Himma berpendapat Gerakan Pramuka lebih tepat berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena selama ini Gerakan Pramuka lebih melekat dengan satuan pendidikan.

Himma juga menekankan perlunya Gerakan Pramuka memperluas gerakannya. “Selain di satuan pendidikan, perlu dipikirkan bagaimana Gerakan Pramuka bisa menarik generasi muda yang telah menyelesaikan jenjang pendidikannya agar dapat bergabung kembali dan aktif di Gerakan Pramuka. Ini untuk memperluas scope Gerakan Pramuka agar tidak hanya berada di satuan pendidikan. Bila perlu setiap pemuda wajib masuk dalam gerakan kepanduan,” jelas Himma.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *